Minggu, 20 November 2011

Makna Hari Pahlawan Jangan Takut Bersaing

Makna Hari Pahlawan bagi seorang bankir seperti Direktur Utama Bank Mutiara, Maryono adalah mengambil esensi semangat pantang menyerah para pahlawan yang telah gugur.

Semangat pantang menyerah para pahlawan yang berjuang melawan penjajah hanya dengan bersenjatakan bambu runcing dapat dimaknai semangat untuk tidak takut dalam persaingan. "Prinsip yang dilakukan para pahlawan adalah bagaimana mereka berkorban," tukasnya.

Bagi Maryono yang bekerja sebagai seorang bankir, untuk berjiwa seperti pahlawan adalah dengan bekerja keras. "Kita harus berani bersaing baik dengan bank asing maupun bank besar. Seperti pahlawan dahulu yang berani melawan penjajah dengan senjata seadanya," tuturnya.

Menurut Maryono, Hari Pahlawan adalah saatnya kita menghormati jasa mereka karena pahlawan adalah ujung tombak berdirinya negara ini. "Besok di Bank Mutiara, kami akanmelakukan doa bersama yang ditujukan kepada pahlawan yang telah meninggalkan kita," tutupnya.
READ MORE - Makna Hari Pahlawan Jangan Takut Bersaing

Hari Pahlawan momen tepat tingkatkan solidaritas bangsa


Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi DKI Jakarta H Nachrowi Ramli, menegaskan, peringatan Hari Pahlawan merupakan saat yang tepat untuk meningkatkan solidaritas, terutama di Jakarta.

"Pada peristiwa di Surabaya tahun 1945 itu, arek-arek Suroboyo turun ke jalan, menyabung nyawa, menunjukkan solidaritas untuk mempertahankan kemerdekaan RI," kata Nachrowi Ramli kepada wartawan di Jakarta, Kamis.

Solidaritas, kata Nachrowi, adalah modal sosial yang harus dijaga, termasuk dengan membangun kota yang memberi ruang untuk tumbuh suburnya nilai-nilai manusiawi.

"Salah jika kita menata Jakarta hanya dengan menonjolkan pencapaian fisik. Modal sosial harus dijaga dan terus ditumbuhkan dengan perencanaan kota yang baik. Itu yang mendesak dibutuhkan oleh Jakarta sekarang," tegasnya.

Mantan Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsenag) ini, mengatakan, kondisi sebaliknya malah terjadi sekarang, dimana solidaritas kini menjadi barang yang amat mahal, apalagi di Jakarta.

"Orang semakin tidak peduli dengan lingkungan, bahkan enggan mengulurkan tangan jika ada orang kesulitan. Kriminalitas yang tinggi di Jakarta telah merampas modal sosial warga berupa solidaritas," kata sosok yang dikabarkan menjadi kandidat kuat Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta yang bakal diusung oleh Partai Demokrat ini.

Menurutnya, meroketnya kriminalitas di Jakarta merupakan akibat tiadanya perencanaan kota Jakarta. Statistik Polda Metro Jaya menunjukkan sampai September 2011 terjadi 53 kali pembunuhan atau rata-rata enam (6) kejadian per bulan. Sementara, pada periode yang sama, tindak penganiyaan berat meroket hingga lebih dari 1.400 kasus.

Ketua Umum Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi) ini menambahkan, Jakarta kini telah berubah menjadi kota megapolitan dengan penduduk 30 juta jiwa. Akibatnya, kepadatan penduduk, kemacetan yang mengakibatkan waktu masyarakat habis di jalan, dan tekanan ekonomi telah melemahkan solidaritas sosial.

"Lihat efek kemacetan. Dulu kita jam 17.00 WIB sudah sampai rumah. Bisa main bola voli sebentar atau ngobrol dengan tetangga. Sekarang, waktu habis di jalan, kita tidak kenal lagi tetangga. Solidaritas menipis," kata Nachrowi.(Zul)
READ MORE - Hari Pahlawan momen tepat tingkatkan solidaritas bangsa

Mengenal Tujuh Pahlawan Nasional Baru


Menjelang Hari Pahlawan pada 10 November mendatang, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada tujuh tokoh bangsa. Pemimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Sjafruddin Prawiranegara, dan tokoh Muhammadiyah, Buya Hamka, adalah dua di antara yang mendapatkan anugerah ini.

Penganugerahan ini dilaksanakan dalam sebuah upacara yang dipimpin Presiden Yudhoyono, di Istana Negara, Jakarta, Selasa 8 November 2011. Penyerahan diberikan melalui para ahli waris tokoh-tokoh tersebut. Ketua Dewan Gelar, Menko Polhukam Djoko Suyanto, mengungkapkan, pembahasan nama yang mendapat gelar pahlawan itu dilakukan oleh Kementerian Sosial. Baru, setelah mengerucut, sejumlah nama digodok oleh Dewan Gelar. Dewan Gelar menetapkan nama-nama yang lulus kriteria yang ditetapkan undang-undang.

Selain gelar Pahlawan Nasional, Presiden juga menganugerahkan tanda jasa pada 11 tokoh lain. Pemberian gelar dan bintang jasa tersebut berdasarkan rekomendasi Sekretariat Dewan Gelar, Bintang Jasa dan Tanda Jasa. Presiden SBY kemudian mengeluarkan tiga Keputusan Presiden (Keppres), masing-masing Keppres No.113/TK/2011, Keppres No.114/TK/2011, dan Keppres No115/TK/2011 untuk masing-masing kategori.

Mereka yang menerima gelar Pahlawan Nasional:
1. Sjafruddin Prawiranegara;
2. Idham Chalid;
3. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka);
4. Ki Sarmidi Mangunsarkoro;
5. I Gusti Ketut Pudja;
6. Sri Susuhan Pakubuwono X; dan
7. Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono.

Bintang Mahaputera Adipradana:
- Sultan Sulaiman Syariful Alamshah.

Bintang Budaya Parama Dharma:
1. Benyamin Sueb;
2. Hasbullah Parindurie;
3. Gondo Durasim;
4. Huriah Adam;
5. Idrus Tintin;
6. Kwee Tek Hoay;
7. Sigit Sukasman;
8. Go Tik Swan;
9. Harijadi Soemadidjaja; dan
10. Gedong Bagus Oka (Ni Wayan Gedong).

Sempat mencuat nama Soeharto dan Gus Dur diberi gelar pahlawan nasional. Namun, dalam penganugerahan kali ini dua nama itu tidak masuk. Kenapa? "Karena tidak ada yang mengusulkan," kata Djoko, Ketua Dewan Gelar.

Sjafruddin Prawiranegara

Akmal Nasery Basral, penulis buku "Presiden Prawiranegara", menilai pemberian gelar pahlawan ini sebuah langkah maju menuju ke pengakuan pria kelahiran Serang, Banten, 28 Februari 1911, itu sebagai Presiden kedua Republik Indonesia. Menurut Akmal, posisi Sjafruddin sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PRRI) merupakan pelanjut estafet pemerintahan Indonesia yang lumpuh karena Presiden dan Wakil Presiden pada kurun 1948-1949 itu, Soekarno dan M Hatta, ditangkap Belanda.

"Pak Sjaf itu adalah ayah historis bagi Indonesia," kata Akmal. Tanpa aksinya membentuk PDRI di tahun 1949, terputus estafet pemerintahan Indonesia karena Presiden dan Wakil Presiden saat itu, Soekarno dan Hatta, ditangkap Belanda.

Peran sebagai pelanjut estafet itu, kata Akmal, juga diakui Hatta dalam memoarnya. Sejumlah sejarawan, kata Akmal, seperti Asvi Warman Adam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga gencar meminta pengakuan atas posisi vital Sjafruddin dalam sejarah.

Akmal menengarai, pengalaman sejarah Sjafruddin ini karena perannya dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia di masa Orde Lama dan Petisi 50 di masa Orde Baru. Namun, Akmal menyatakan, gelar Pahlawan ini sudah sebuah langkah maju. "Saya memuji Presiden SBY yang berani melakukan ini karena presiden-presiden sebelumnya tak ada yang berani," kata Akmal.

Putra Sjafruddin, Farid Prawiranegara, menyatakan sangat senang dengan anugerah gelar Pahlawan Nasional ini. Namun Farid menyatakan, perjuangan belum selesai sampai di sini. "Masih banyak hal-hal yang perlu diperjuangkan," kata Farid. Namun Farid tidak merinci perjuangan apa yang dimaksud.

Farid sendiri menjelaskan, gelar pahlawan ini merupakan warisan pada anak-cucu nanti. "Selama ini mereka tidak mengerti apa yang terjadi, apa yang sesungguhnya beliau perjuangkan, apa yang sesungguhnya beliau laksanakan selama hidupnya," kata Farid.

Farid juga menyampaikan, pengakuan Pahlawan ini merupakan bukti perbuatan Sjafruddin di masa hidupnya dianggap benar dan berjasa bagi bangsa. "Dianggap sebagai sesuatu hal yang benarlah oleh pemerintah sekarang," katanya.

Idham Chalid

Pria kelahiran Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921, merupakan mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), Ketua Partai Masyumi, Pendiri/Ketua Partai NU dan Pendiri/Ketua Partai Persatuan Pembangunan ( PPP). Di Pemerintahan, Idham pernah menjadi Wakil Perdana Menteri Indonesia, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan I dan Menteri Sosial.

Meski berlatar keagamaan yang kuat, Idham Chalid adalah pendukung visi kebangsaan yang plural. Sifatnya yang terbuka dan lemah lembut justru menjadi kekuatannya sehingga bisa menjadi Ketua PBNU termuda dan terlama.

HAMKA

Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang disingkat HAMKA selain dikenal sebagai pemimpin Muhammadiyah, juga seorang penulis dan
aktivis. Karya sastra pria kelahiran Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 itu telah diangkat ke layar lebar yakni, novel "Di Bawah Lindungan Kabah" yang ditulisnya pada 1936.

"Kami, keluarga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan beliau itu sejak awal sudah jadi pahlawan bagi kami," kata anak kesepuluh Buya Hamka, Afif Hamka. Menurutnya, pemberian gelar pahlawan itu membanggakan keluarga.

Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Di masa kemerdekaan, Hamka ikut membesarkan Partai Masyumi, namun belakangan lebih giat di bidang sosial keagamaan.

Ki Sarmidi Mangunsarkoro

Jika mengenal Taman Siswa, maka Ki Mangunsarkoro atau Sarmidi Mangunsarkoro merupakan orang kedua yang terasosiasi dengan perguruan ini setelah Ki Hadjar Dewantara. Lahir 23 Mei 1904, Mangunsarkoro setelah lulus dari sekolah guru di Jakarta, langsung menjadi guru HIS Taman Siswa Yogyakarta. Tahun 1930, Ki Mangunsarkoro memimpin Taman Siswa Jakarta. Di masa kemerdekaan,

Ki Mangunsarkoro menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1949 hingga tahun 1950.

I Gusti Ketut Pudja

I Gusti Ketut Pudja yang dilahirkan 19 Mei 1908 ini ikut serta dalam perumusan negara Indonesia melalui Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia mewakili Sunda Kecil (saat ini Bali dan Nusa Tenggara). I Gusti Ketut Pudja juga hadir dalam perumusan naskah teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Ia kemudian diangkat Soekarno sebagai Gubernur Sunda Kecil.

Sri Susuhan Paku Buwono X

Kakek dari Dr.BRA. Mooryati Soedibyo ini raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1893 sampai 1939. Pria bernama asli Raden Mas Malikul Kusno ini dikenal pendukung organisasi Sarekat Islam cabang Solo, yang saat itu merupakan salah satu organisasi pergerakan nasional Indonesia.

Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono

Lahir pada tahun 1900dan meninggal 1 Agustus 1986, Kasimo adalah salah seorang pelopor kemerdekaan Indonesia. Pendiri Partai Katolik Indonesia ini pernah menjabat menteri. Pada masa Agresi Militer II (Politionele Actie), Kasimo ikut bergerilya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kasimo juga ikut berjuang merebut Irian Barat. (sj)

Sumber Tambahan: Wikipedia, Situs Gerakan Pemuda Ansor
READ MORE - Mengenal Tujuh Pahlawan Nasional Baru

Veteran Ini Tetap Berjuang untuk Bertahan Hidup


Hari Pahlawan yang jatuh hari ini, seyogyanya menorehkan kegembiraan bagi para veteran yang berjasa dalam merebut kemerdekaan Bangsa Indonesia. Betapa tidak, nyawa adalah taruhan saat bertarung mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

Sayangnya, di Hari Pahlawan puluhan veteran justru masih berjuang mempertahankan tempat tinggal mereka yang diklaim sebagai milik developer.

Mengenakan seragam lengkap bersama atributnya, puluhan veteran mendatangi salah satu rumah yang diduga sebagai tempat tinggal orang-orang suruhan pihak developer di areal pemukiman mereka di Kelurahan Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, lahan komplek tersebut luasnya mencapai 14 hektare dengan dihuni oleh tiga ratusan keluarga veteran. Lahan yang dulunya bekas Hak Guna Usaha PTP Nusantara II itu, kini diklaim sebagai milik developer, PT United Onta Berjaya.

Kasus persengektaannya kini masih bergulir di tingkat banding, setelah sebelumnya PN Lubuk Pakam memutuskan lahan tersebut dikembalikan kepada negara.

Anehnya, selama proses banding masih berjalan, pihak developer membangun rumah tinggal tepat di lokasi dan ditinggali sekelompok pemuda yang disebut-sebut sebagai orang suruhan pihak developer. Warga sekitar mengaku resah dengan keberadaan pemuda di sana, lantaran sering menakut-nakuti warga yang tinggal di komplek itu.

ACH Saragih, salah seorang veteran, dihadapan para pemuda yang mereka sebut "centeng" itu meminta agar rumah yang mereka tinggali segera dibongkar. Karena keberadannya dianggap ilegal.

"Kami tidak ingin menganggu. Di usia kami yang rata-rata sudah tua ini, kami hanya ingin ketenangan," ujar pria berusia 80 tahunan itu di lokasi, Kamis, (10/11/2011).

Sementara itu, sejumlah pemuda berbadan tegap hanya berdiam diri. Mereka tidak memberikan sedikitpun komentar atas permohonan para veteran itu.

Usai menyampaikan protes mereka, puluhan veteran kemudian mengelilingi komplek sambil menyanyikan lagu kebangsaan. Mungkin, itulah cara para pejuang dalam rangka Hari Pahlawan yang kini masih terus berjuang meski masih terus berjuang untuk mempertahankan hidup.
READ MORE - Veteran Ini Tetap Berjuang untuk Bertahan Hidup

Peristiwa 10 November Tak Lepas dari Resolusi Jihad


Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan, tidak terlepas dari Resolusi Jihad yang dirintis oleh para ulama pada 22 Oktober 1945.

Saat itu, Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU), almarhum KH Hasyim Asy’ari bersama para kiai besar NU lainnya menyerukan jihad fi sabilillah mempertahankan NKRI.

"Itu yang kita dengar dari keluarga besar Nahdliyin, proses itu tak lepas dari peran kiai," kata Ketua Panitia Kirab Resolusi Jihad Imam Nahrowi.

Dia menyayangkan Resolusi Jihad tersebut tak ikut tercatat dalam sejarah. Padahal, kata Imam, para ulama NU pada saat itu terlibat langsung berjuang dalam mempertahankan NKRI.

"Dalam fakta sejarah, ulama NU enggak kelihatan, kita enggak tahu kenapa hal itu terjadi, entah apa karena ada unsur politisnya. Tapi nyatanya itu tidak ada di buku sekolah. Padahal kiai itu berperan dalam mengusir penjajah walaupun tidak termaktub dalam buku sejarah" papar Imam.

Sekadar diketahui, Resolusi Jihad itu berisikan beberapa seruan, antara lain pertama, seluruh umat Islam wajib hukumnya untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan NKRI dari tangan penjajah Belanda beserta sekutunya.

Kedua, memohon dengan sangat kepada pemerintah RI agar menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan, agama, dan negara Indonesia terutama terhadap pihak Belanda dan kaki tangannya.

Ketiga, supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat sabilillah untuk tegaknya NKRI merdeka dan agama Islam.

Sumber : okezone.com
READ MORE - Peristiwa 10 November Tak Lepas dari Resolusi Jihad

Selasa, 15 November 2011

Kenapa Hari Pahlawan Diperingati Pada 10 November?

Hari Pahlawan diperingati setiap tanggal 10 November. Hari dimana terjadi pertempuran hebat antara arek-arek Surabaya dengan serdadu NICA yang diboncengi Belanda.
Menjelang tahun 1950-an, Presiden Soekarno menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan. Sebagaimana diusulkan Sumarsono, mantan pimpinan tertinggi gerakan Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang ikut ambil bagian dalam peperangan sengit itu.

Lantas kenapa Bung Karno memilih peristiwa itu sebagai simbol kepahlawanan yang setiap tahun diperingati?

Menurut sejarawan, Bung Karno sengaja memanfaatkan momentum itu untuk melegimitasi peran militer dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Sehingga nilai kepahlawanan tersemat dalam sebuah perjuangan melawan agresi militer.

Setelah Hari Pahlawan ditetapkan, figur-figur yang secara historis ikut berjuang pun diberi gelar pahlawan. Meskipun pada perjalanannya tolok ukur kepahlawanan ini tidak mutlak dilihat dari sisi sejarah, melainkan dicampuri kepentingan rezim penguasa.


Pada masa Soekarno, tokoh-tokoh 50% masih bisa dipertanggungjawabkan. Tapi mulai zaman Soeharto, Indonesia menjadi negara yang terus memproduksi pahlawan dengan penilaian yang lebih cenderung pada pertimbangan politik, dimana pahlawan lebih banyak berasal dari lembaga Kemiliteran atau Kepolisian.

Mengenai makna hari pahlawan sendiri, saat ini lebih mengedepankan unsur seremoni belaka, tanpa menghayati nilai-nilai perjuangan yang dipesankan oleh para pahlawan ini.

Padahal, yang terpenting adalah mengambil tauladan dari nilai -nilai perjuangan untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Akan menjadi ironi jika memperingati hari pahlawan sebatas seremoni.
READ MORE - Kenapa Hari Pahlawan Diperingati Pada 10 November?

Senin, 14 November 2011

Arti Pahlawan

"Pahlawan" adalah sebuah kata benda. Secara etimologi kata "pahlawan" berasal dari bahasa Sanskerta "phala", yang bermakna hasil atau buah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.


Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia.

Dalam bahasa Inggris pahlawan disebut "hero" yang diberi arti satu sosok legendaris dalam mitologi yang dikaruniai kekuatan yang luar biasa, keberanian dan kemampuan, serta diakui sebagai keturunan dewa. Pahlawan adalah sosok yang selalu membela kebenaran dan membela yang lemah.

Dalam cerita perwayangan dikenal tokoh Arjuna dari Pandawa dinilai sebagai pahlawan yang membela kebenaran dari kebatilan. Pahlawan juga dipandang sebagai orang yang dikagumi atas hasil tindakannya, serta sifat mulianya, sehingga diakui sebagai contoh dan tauladan.


Pahlawan sering dikaitkan dengan keberhasilan dalam prestasi gemilang dalam bidang kemiliteran. Pada umumnya pahlawan adalah seseorang yang berbakti kepada masyarakat, negara, bangsa dan atau umat manusia tanpa menyerah dalam mencapai cita-citanya yang mulia, sehingga rela berkorban demi tercapainya tujuan, dengan dilandasi oleh sikap tanpa pamrih pribadi.

Seorang pahlawan bangsa yang dengan sepenuh hati mencintai negara bangsanya sehingga rela berkorban demi kelestarian dan kejayaan bangsa negaranya disebut juga sebagai patriot.

Kategori pahlawan pun ada banyak, tergantung dengan prestasi yang disumbangkannya, seperti pahlawan kemanusiaan, pahlawan nasional, pahlawan perintis kemerdekaan, pahlawan revolusi, pahlawan proklamasi, pahlawan iman, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan kesiangan, dan sebagainya.
READ MORE - Arti Pahlawan